AdvertorialDaerahKalimantan Timur

Pulau Balang Masih Jadi Angan? Baharuddin Muin Kritik Lambannya Pemanfaatan

×

Pulau Balang Masih Jadi Angan? Baharuddin Muin Kritik Lambannya Pemanfaatan

Sebarkan artikel ini
Baharuddin Muin Anggota DPRD Kaltim.

Beritanusantara.co, Samarinda – Sudah hampir setahun sejak Jembatan Pulau Balang diresmikan Presiden Joko Widodo pada Juli 2024, namun aksesnya ke publik masih tertutup. Di tengah bangunan megah yang membentang di atas Selat Makassar, warga Penajam Paser Utara justru merasa terputus—bukan tersambung.

Baharuddin Muin, anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur dari daerah pemilihan PPU dan Paser, kembali angkat suara. Ia menyebut, jembatan yang sejak lama digadang-gadang menjadi penghubung utama Balikpapan–IKN itu kini justru menjadi simbol harapan yang menggantung.

“Jalan dari sisi Penajam sudah selesai sejak lama. Tapi jembatannya masih ditutup untuk umum. Kenapa? Apa gunanya infrastruktur sebesar ini kalau rakyat tak bisa menikmatinya?” ujar Baharuddin dengan nada kecewa.

Ia menyebut satu-satunya momen jembatan itu dibuka adalah saat arus mudik dan balik Lebaran 2025, dan itu pun hanya bersifat sementara.

Padahal, sejak awal proyek ini dirancang, masyarakat di wilayah sekitarnya menggantungkan harapan besar—bahwa akses transportasi akan makin mudah, harga barang akan turun, dan ekonomi lokal bisa tumbuh. Tapi hingga kini, semua itu belum menjadi kenyataan.

Dari sisi strategis, Jembatan Pulau Balang merupakan simpul penting penghubung Kalimantan Timur dengan Ibu Kota Nusantara (IKN). Dengan panjang bentang utama 804 meter, jembatan ini dirancang bukan sekadar untuk mengesankan mata, tapi juga untuk mempercepat konektivitas darat yang selama ini terkendala
transportasi air.

“Kalau akses ini dibuka, masyarakat bisa lebih mudah mengirim dan menerima barang. Harga kebutuhan pokok pun akan jauh lebih murah dibandingkan sekarang, karena tidak harus lewat feri atau speedboat. Ini soal keadilan akses,” lanjut Baharuddin.

Ketertutupan Jembatan Pulau Balang memunculkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: apakah pembangunan ini benar-benar untuk mereka, atau sekadar bagian dari narasi besar megaproyek nasional? Di tengah gegap gempita IKN, warga di akar rumput justru merasa tertinggal di belakang.

Bagi Baharuddin, jembatan itu bukan cuma penghubung fisik, tapi juga simbol politik kepercayaan. Ketika masyarakat merasa dibangun tapi tidak dilibatkan, maka yang tercipta bukan konektivitas, melainkan jarak yang tak kasat mata. (Adv)

Example 300250